Sudah lama saya mencurigai, bahwa alam semesta ini adalah makhluk hidup. Bukan benda mati. Saya melihat dan merasakan, alam semesta ini memiliki 'tujuan hidup' tertentu. Memiliki struktur dan keseimbangan yang akurat. Bisa merespon dan bereaksi. Bahkan, mempunyai kecerdasan dalam beraktifitas. Persis seperti manusia.
Cuma, selama ini kita sudah terlanjur mempersepsinya sebagai benda mati. Dalam berbagai pembahasan, kita membagi makhluk di alam semesta ini menjadi 6 kategori. Yang 3 kategori, makhluk berakal. Dan 3 yang lainnya, tidak berakal.
Yang berakal terdiri dari malaikat, jin, dan manusia. Sedangkan yang tidak berakal, adalah binatang, tetumbuhan, dan benda mati. Tentu saja, kita juga bisa membaginya secara lebih global, yaitu benda mati dan benda hidup. Yang benda hidup terdiri dari malaikat, jin, manusia, binatang dan, tetumbuhan. Sedangkan yang benda mati adalah seluruh benda di sekitar kita, yang kita sebut sebagai alam semesta.
Mulai dari bebatuan, air, udara, matahari, planet-planet, bintang, galaksi, ruang, waktu, materi dan energi. Semua itu kita angap sebagai benda mati yang tidak memiliki kemauan dan kecerdasan. Jangankan disebut sebagai makhluk berakal, disebut benda hidup pun, tidak.
Tetapi, kini saya mulai ragu-ragu untuk menyebutnya sebagai benda mati. Jangan-jangan mereka semua itu adalah makhluk hidup. Seperti kita. Hanya, beda kualitas dan derajatnya.
Yang paling bawah adalah 'benda mati', lebih tinggi adalah tetumbuhan, lebih tinggi lagi, binatang, dan selebihnya 3 makhluk 'berakal': malaikat, jin dan manusia.
Khusus malaikat, jin, dan manusia, derajatnya agak sulit ditentukan mana yang lebih tinggi, karena bersifat variabel. Suatu ketika, malaikat bisa menjadi makhluk yang paling tinggi derajatnya, tapi di kali yang lain, bisa manusia. Semuanya bergantung pada tingkat ketakwaannya.
Meskipun, secara kualitas penyusun tubuhnya, kita bisa menyebut malaikatlah yang paling tinggi, disusul jin, dan kemudian manusia. Tubuh malaikat tersusun dari bahan cahaya, jin dari panas api,dan manusia dari saripati tanah.
Malaikat dengan badan cahayanya itu, bisa bergerak paling ringan, dengan kecepatan sampai 300 ribu km per detik. Energinya paling tinggi. Sedangkan jin memiliki energi lebih rendah, bergerak dengan kecepatan rambatan panas, atau paling tinggi radiasi panas.
Dan manusia, adalah yang paling rendah ditinjau dari sisi ini. Kita memiliki struktur yang paling berat, tersusun dari zat-zat biokimiawi. Kecepatan bergeraknya hanya beberapa meter per detik.
Akan tetapi, kualitas makhluk bukan hanya ditentukan oleh kualitas badannya. Melainkan lebih ditentukan oleh kualitas 'jiwa'nya. Kemurnian Jiwa itulah yang bakal menentukan apakah seorang manusia memiliki kualitas lebih tinggi dari malaikat. Jika jiwanya kotor, manusia bakal menjadi setan. Lebih rendah dari binatang. Sebaliknya, jika jiwanya bersih, dia menjadi makhluk yang tertinggi. Bahkan, dibandingkan malaikat sekalipun.
Lantas, benarkah tidak ada benda mati? Berarti semua makhluk ini memiliki jiwa? Memiliki perasaan? Memiliki keinginan? Memiliki tujuan? Sepertinya begitu!
Untuk golongan malaikat, jin dan manusia, sudah sangat jelas. Mereka makhluk hidup. Karena itu, kita tidak perlu membahas lebih jauh. Untuk golongan binatang dan tetumbuhan, kita juga sepakat, bahwa mereka adalah makhluk hidup. Tapi, apakah mereka berjiwa dan punya perasaan? Sebagian kita sudah merasakannya.
Ambil contoh binatang. Betapa banyaknya binatang piaraan yang menunjukkan bahwa mereka adalah makhluk yang punya perasaan. Sebut saja anjing atau kucing. Terlalu banyak cerita yang kita dengar tentang kesetiaan anjing atau kucing terhadap majikannya.
Sehingga, ketika majikannya sedang mengalami masalah, ia ikut bersedih. Atau ketika majikannya dirampok, ia melakukan pembelaan mati-matian. Bahkan ketika majikannya mati, si binatang piaraan itu rela ikut mati.
Ada cerita tentang pemburu dan sejenis kera. Suatu ketika, seorang pemburu mengendap-endap di hutan yang lebat. Tiba-tiba, ia melihat sekelebat bayangan besar di rerimbunan semak belukar. Ia mengira itu adalah babi hutan atau kijang.
Refleks ia mengarahkan moncong senjatanya ke arah binatang tersebut. Dan meletuslah senapannya memecah kesunyian hutan. Kena! Binatang itu menjerit! Kemudian melarikan diri. Sang pemburu mengejar.
Terlihat tetesan darah di tanah dan semak belukar. Diikutinya terus. Sampai suatu saat ia sampai di ceceran darah terakhir. Apa yang dia lihat? ternyata bukan babi rusa atau kijang. Melainkan seekor babon. Kera besar.
Ternyata yang ditembaknya adalah kera. Kera besar itu sedang tergeletak mengerang-erang, sambil dikelilingi dua ekor anaknya. Si pemburu tertegun. Tak tahu apa yang harus diperbuat. Ia hanya melihat betapa induk kera itu merangkul dua anaknya.
Entah apa yang dikatakan si induk kera kepada anak-anaknya. Tetapi, yang jelas, mata induk kera itu berlelehan air mata. Ia menangis. Karena tahu, bahwa sebentar lagi dia akan mati meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil...
Si pemburu semakin tertegun! Ia mendekatkan diri ke induk yang sedang sekarat. Mata induk itu memandangnya dengan memelas. Si pemburu bersimpuh di dekatnya. Menyesal. Tak terasa, ia meneteskan air mata. Tapi, si induk kera semakin lemah karena kehabisan darah. Dan kemudian terkulai, mati dengan memeluk anak-anaknya...!
Di cerita yang berbeda, kita juga sering mendengar bahwa binatang-binatang ternak akan berproduksi lebih banyak jika diberi suasana kandang yang nyaman. Bahkan, kalau perlu, diberi alunan musik. Ayam petelur menjadi lebih banyak telurnya. Sapi perah pun menjadi lebih banyak produksi susunya.
Pernahkah anda mendengar cerita, tanaman yang 'dendam' kepada perusak lingkungan? Dalam suatu penelitian, sebatang tanaman diukur tegangan listriknya, kemudian ditampilkan di sebuah layar komputer.
Seseorang disuruh merusak dan membacoki tanaman tersebut. Tidak sampai mati. Tapi mengalami rusak sebagian. Apa yang terlihat di layar komputer? Ternyata, grafik tegangan listriknya menjadi kacau. Polanya bergejolak.
Setelah itu, orang yang merusak tanaman tersebut disuruh pergi. Secara berangsur-angsur, grafik di layar komputer menjadi normal kembali.
Esok harinya, si perusak tanaman dihadirkan kembali. Ia diminta mendekatkan diri ke tanaman yang kemarin dirusaknya. Apa yang terjadi? Ternyata grafik tegangan listrik di layar komputer itu bergejolak kembali. Persis seperti ketika tanaman itu kemarin dirusak. Padahal, dia hanya mendekatkan diri. Tidak merusak.
Artinya, si tanaman itu masih ingat kepada si perusak. Ia dendam. Ia benci. Karena dirusak tanpa alasan! Betapa kita bisa menyaksikan, tanaman pun ternyata punya perasaan. Bahkan daya ingat. Karena ia memang makhluk hidup.
Di sekitar kita, barangkali anda sering mendengar atau menyaksikan sendiri, bahwa tanaman yang dirawat dengan penuh perhatian dan kasih sayang, bakal tumbuh subur dan segar. Sebaliknya, jika dirawat asal-asalan dan tanpa perhatian, tanamannya tumbuh gersang...
Lebih jauh, ternyata 'benda-benda mati' di sekitar kita juga menunjukkan gejala-gejala kehidupan.
Pada saat menulis Diskusi ini, di beberapa daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah sedang mengalami bencana banjir dan tanah longsor. Jember dan Banjarnegara adalah yang paling parah. Puluhan rumah porak poranda dengan korban jiwa cukup banyak.
Kenapa bisa terjadi demikian? Ya, alam sekitar kita, yang disebut sebagai 'makhluk mati' itu sedang bereaksi. Ia sedang mengungkapkan 'isi hatinya' dan sedang membalas ketidak-adilan.
Bagaimana mungkin benda mati bisa membalas? Bagaimana mungkin pula, makhluk mati bisa mengungkapkan 'isi hati' dan perasaannya? Bagaimana pula, makhluk yang dikatakan 'tidak hidup' bisa menyimpan 'dendam'.
Paling-paling anda akan berpendapat, bahwa semua itu dikarenakan munculnya ketidakseimbangan alam. Sehinga terjadi banjir dan tanah longsor.
Begitu gampangnya kita mereduksi dan menyederhanakan persoalan. Ketika badan kita sakit, bukankah itu juga karena munculnya ketidakseimbangan dalam tubuh. Tapi kenapa kita tidak menyebut diri kita sebagai benda mati?
Mungkin kita lantas berpendapat bahwa alam kan tidak punya kehendak. Siapa bilang ia tidak punya kehendak? Coba amati atmosfer kita. Ia mengandung kadar Oksigen sekitar 21% dan gas Nitrogen sekitar 78%, sehingga memungkinkan berlangsungnya kehidupan di planet bumi.
Oksigen juga memiliki mekanisme unik dalam keseimbangan yang berkesinambungan. Oksigen dihirup manusia dan binatang, kemudian diubah menjadi karbon dioksida. Sebaliknya, karbon dioksida dihirup oleh tumbuhan, dan kemudian menghasilkan oksigen. Kenapa ada mekanisme begini. Apakah ini bukan sebuah petunjuk bahwa alam memiliki 'kehendak'?
Air hujan. Pernahkah kita berpikir kenapa bisa terjadi air hujan? Kenapa, air di permukaan daratan ini mesti menguap, dan kemudian menjadi awan?
Kenapa uap air itu mesti berhenti di ketinggian tertentu? Kok tidak naik ke langit terus, untuk kemudian lenyap?
Kenapa bermiliar-miliar ton uap air itu mesti berkumpul dulu sampai musim penghujan, baru turun ke bumi? Kenapa ada angin yang menghembus awan, sehingga air hujan turun secara merata di berbagai daerah yang tandus?
Kenapa air hujan itu turun dalam bentuk tetes-tetes air yang indah dan aman? Kok tidak berupa air terjun saja, sehingga menghancurkan daerah-daerah yang disiram air hujan itu?
Kenapa sinar matahari sampai ke bumi dengan suhu yang aman, tidak terlalu panas? Padahal suhu di permukaannya adalah jutaan derajat. Kenapa sinar matahari demikian indahnya mengandung jutaan warna, sehingga kehidupan bumi menjadi demikian indahnya?
Dan, ratusan atau ribuan lagi pertanyaan: kenapa, kenapa dan kenapa, bisa kita ajukan untuk membuktikan bahwa alam ini berproses melalui 'kehendak' tertentu. Memiliki 'tujuan' yang jelas!
Bagaimana mungkin sesosok makhluk mati bisa memiliki perasaan sakit hati, memiliki kehendak, dan memiliki tujuan yang pasti. Apalagi konsisten selama bermiliar-miliar tahun usia bumi.
Dan, kalau kita mau berpikir dalam skala bumi, anda akan tertegun sendiri. Kemudian, mulai ragu untuk mengatakan bahwa bumi ini benda mati.
Dulu, sekitar 5 miliar tahun yang lalu, bumi ini pernah tidak ada. Belum terbentuk. Yang ada hanyalah cikal bakal tatasurya, dalam ruang alam semesta yang tak berhingga besarnya.
Cikal bakal itu berupa gas, nebula yang berpusar. Tengahnya sangat panas, cikal bakal matahari. Pinggirnya, relatif lebih dingin. Dan kemudian semakin mendingin. Sehingga suatu ketika, gas dingin itu semakin memadat, terbentuklah planet-planet yang bergerak mengelilingi matahari. Salah satunya bumi.
Bumi itu terus mendingin. Bandingkan dengan matahari yang menjadi pusat tatasurya. Matahari bersuhu jutaan derajat, sedangkan inti bumi cuma bersuhu ribuan derajat.
Permukaan bumi terus mendingin, sehingga terbentuklah air. Muncullah gas-gas pendukung kehidupan, diantaranya oksigen. Sehingga terjadilah hujan. Muncul tumbuh-tumbuhan. Dari skala paling kecil sampai pohon-pohon berukuran raksasa. Mulai yang hidup di dalam air, sampai yang bisa tumbuh di padang tandus. Mulai dari yang bersifat parasit sampai yang tumbuh secara bebas. Jenisnya berjuta-juta, bahkan miliaran...
Bagaimana mungkin, bumi yang kita sebut sebagai benda mati itu, membuktikan dirinya bisa berproses menuju tujuan tertentu dengan demikian canggih dan sistematis ?
Belum lagi, kemudian bermunculan binatang-binatang yang jenisnya juga berjuta-juta. Ada yang di daratan di lautan, dan beterbangan di udara.
Dan akhirnya, muncullah bangsa manusia. Sekarang jumlahnya sekitar 5 miliar. Berbagai macam suku bangsa. Beragam bahasa. Beragam budaya. Dan segala aktifitasnya.
Dari manakah semua makhluk hidup itu berasal? Apakah dari angkasa luar? Sama sekali tidak! Mereka semua, termasuk kita, berasal dari tanah. Dari unsur-unsur yang ada di bumi. Kita semua terlahir dari 'kandungan' bumi. Bagaimana mungkin semua makhluk hidup ini 'terlahir' dari benda mati? Dengan sendirinya? Tanpa ada kehendak? Tanpa ada tujuan? Semakin meragukan bukan?
QS. Al Hajj (22) : 5
Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian sampailah kamu kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah, dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.
Ada dua informasi di ayat tersebut yang menarik. Yang pertama manusia diciptakan dari tanah. Dan yang kedua, bumi yang tandus disebut sebagai bumi yang mati, tapi ketika subur disebut sebagai bumi yang hidup.
Jadi, bahan dasar manusia adalah tanah. Makhluk hidup muncul dari 'benda mati'. Tapi benda mati itu sendiri, ternyata bisa menjadi hidup ketika subur. Jadi, hidup dan mati sebenarnya adalah dua kondisi yang silih berganti belaka. Manusia sekali waktu disebut hidup. Tapi di kali lain disebut mati. Maka demikian pula Bumi. Di suatu kali disebut mati, tapi di kali lain disebut hidup.
Ayat di bawah ini, bahkan lebih menarik. Manusia disebut Allah sebagai 'ditumbuhkan' dari dalam bumi. Jadi, seperti tumbuhan saja layaknya. Yang dimaksud manusia diciptakan dari tanah, ternyata memiliki makna berproses & bertumbuh.
QS. Nuh (71) : 17-18
Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya.
Terlalu banyak gejala dan tanda-tanda yang mengarahkan kita, bahwa 'benda-benda mati' di sekeliling kita justru memiliki sifat-sifat kehidupan. Tapi, memang skalanya berbeda. Derajatnya tidak sama. Spontanitasnya bertingkat-tingkat.
Ada yang yang menunjukkan gejala kehidupan dalam skala yang tinggi. Misalnya manusia. Kehendaknya bebas, reaksinya spontan, bisa bergerak kemana-mana, berkembang biak, berbudaya dan berperadaban, dan lain sebagainya.
Tapi ada yang memiliki derajat lebih rendah, yaitu binatang. Dia juga punya kehendak, tapi skalanya lebih rendah dari manusia. Dia juga berbudaya, tapi lebih rendah dari manusia. Dan dia pun berperadaban, tapi juga lebih rendah.
Tetumbuhan, bahkan lebih rendah lagi. Dia tidak bisa bergerak bebas. Paling-paling hanya karena ditiup angin atau mengikuti gerakan sumber cahaya matahari. Atau ada juga yang dikarenakan sumber zat-zat biokimiawi.
Dia punya kehendak, tapi sangat terbatas. Dibatasi oleh struktur tubuhnya yang memang jauh dari sempurna, kalau dibandingkan manusia dan hewan. Dia juga pingin makan, dan berkembang biak. Atau aktifitas lainnya.
Dan yang paling rendah dari makhluk hidup itu adalah yang kita sebut sebagai 'benda rnati'. Bebatuan, udara, air, gunung, laut, atmosfer, sinar matahari, angin, bumi, planet-planet, bintang, dan lain sebagainya.
Mereka kita anggap mati karena tidak bisa bergerak sendiri. Padahal, bumi kita sedang berputar-putar dengan kecepatan 1.669 km per jam, seperti gasing. Itu pun sambit melesat mengitari matahari dengan kecepatan sekitar 107 ribu km per jam. Dengan ketelitian dan ketaatan yang luar biasa. Tapi, kita tidak merasakannya.
Kalau pergerakan adalah sebagai salah satu syarat sebuah benda disebut hidup, maka bukankah Bumi kita ini sedang bergerak dengan akurasi sangat tinggi? Bahkan tidak pernah berhenti selama miliaran tahun.
QS. Ar Ra'du (13) : 2
Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan, menjelaskan tanda-tanda, supaya kamu meyakini pertemuan dengan Tuhanmu.
QS. Ibrahim (14) : 33
Dan Dia telah menundukkan bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar, dan telah menundukkan bagimu malam dan siang.
Di ayat lain Allah mengatakan bahwa bumi yang mati itu akan menjadi bergerak dan hidup ketika disirami dengan air hujan. Allah menghidupkan segala yang mati.
QS. Fushshilat (41) : 39
Dan sebagian dari tanda-tandaNya bahwa kamu melihat bumi itu kering tandus, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya tentu dapat menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Selain Bumi, angin dan air pun selalu bergerak kemana-mana. Mereka punya 'kehendak', tapi memang sangat terbatas. Air bergerak dari tempat tinggi menuju ke tempat rendah. Angin bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah.
Bahkan batu pun sebenarnya selalu bergerak. Mata kita saja yang tidak bisa menembus gerakan internal batu itu. Ia sedang terus bergetar. Elektron-elektron penyusunnya sedang terus berputar-putar mengelilingi inti atomnya. Molekulnya terus bervibrasi, tiada henti. Tidak ada benda diam di alam semesta ini. Semuanya sedang bergerak dengan vibrasi tertentu.
Seluruh 'benda diam' di muka bumi ini sebenarnya juga tidak sedang diam. Mereka terbawa oleh bumi yang sedang berotasi dan berevolusi mengelilingi matahari. Jadi, meja yang kita anggap diam di depan kita, misalnya, ia sebenarnya sedang berpusar seiring dengan putaran bumi pada sumbunya, sekaligus sambil melesat mengitari matahari.
Mataharinya sendiri terus bergetar-getar dan bergerak pada orbitnya mengelilingi sistem yang lebih besar lagi. Begitu seterusnya. Maka, kini kita tahu dan yakin, bahwa 'benda-benda mati' itu ternyata sedang bergerak terus. Tiada henti.
Mungkin kita menyebutnya mati, karena ia tidak mengalami perubahan kondisi. Atau tidak berkembang biak. Rasanya juga kurang tepat. Benda-benda itu sebenarnya sedang berubah terus menerus secara dramatis. Bahkan ada yang bisa dikatakan sebagai 'berkembang biak'.
Seluruh 'benda mati' di alam ini sedang berubah terus menerus. Gunung-gunung sedang berubah secara konsisten selama jutaan tahun. Bahkan gunung Himalaya mengalami pertumbuhan beberapa cm setiap tahunnya.
Pulau dan benua juga terus bergerak dan berubah. Lempeng-lempeng bumi tak pernah berhenti bergeser, sehingga seringkali menyebabkan gempa tektonik atau Tsunami.
Bahkan, dalam skala yang lebih besar, di luar angkasa sana, terus bermunculan bintang-bintang atau planet-planet baru. Sejumlah benda langit dan bintang terlahir. Sebagiannya yang lain, mengalami kematian. Begitulah seterusnya, terlalu banyak bukti di sekitar kita yang mengarahkan kita untuk akhirnya mengatakan :
Ternyata tidak ada benda mati di jagad semesta raya ini...! Semuanya sedang bergerak. Sedang bertumbuh. Sedang berkembang biak. Bahkan, berkehendak, menuju tujuan tertentu...!
Cuma, selama ini kita sudah terlanjur mempersepsinya sebagai benda mati. Dalam berbagai pembahasan, kita membagi makhluk di alam semesta ini menjadi 6 kategori. Yang 3 kategori, makhluk berakal. Dan 3 yang lainnya, tidak berakal.
Yang berakal terdiri dari malaikat, jin, dan manusia. Sedangkan yang tidak berakal, adalah binatang, tetumbuhan, dan benda mati. Tentu saja, kita juga bisa membaginya secara lebih global, yaitu benda mati dan benda hidup. Yang benda hidup terdiri dari malaikat, jin, manusia, binatang dan, tetumbuhan. Sedangkan yang benda mati adalah seluruh benda di sekitar kita, yang kita sebut sebagai alam semesta.
Mulai dari bebatuan, air, udara, matahari, planet-planet, bintang, galaksi, ruang, waktu, materi dan energi. Semua itu kita angap sebagai benda mati yang tidak memiliki kemauan dan kecerdasan. Jangankan disebut sebagai makhluk berakal, disebut benda hidup pun, tidak.
Tetapi, kini saya mulai ragu-ragu untuk menyebutnya sebagai benda mati. Jangan-jangan mereka semua itu adalah makhluk hidup. Seperti kita. Hanya, beda kualitas dan derajatnya.
Yang paling bawah adalah 'benda mati', lebih tinggi adalah tetumbuhan, lebih tinggi lagi, binatang, dan selebihnya 3 makhluk 'berakal': malaikat, jin dan manusia.
Khusus malaikat, jin, dan manusia, derajatnya agak sulit ditentukan mana yang lebih tinggi, karena bersifat variabel. Suatu ketika, malaikat bisa menjadi makhluk yang paling tinggi derajatnya, tapi di kali yang lain, bisa manusia. Semuanya bergantung pada tingkat ketakwaannya.
Meskipun, secara kualitas penyusun tubuhnya, kita bisa menyebut malaikatlah yang paling tinggi, disusul jin, dan kemudian manusia. Tubuh malaikat tersusun dari bahan cahaya, jin dari panas api,dan manusia dari saripati tanah.
Malaikat dengan badan cahayanya itu, bisa bergerak paling ringan, dengan kecepatan sampai 300 ribu km per detik. Energinya paling tinggi. Sedangkan jin memiliki energi lebih rendah, bergerak dengan kecepatan rambatan panas, atau paling tinggi radiasi panas.
Dan manusia, adalah yang paling rendah ditinjau dari sisi ini. Kita memiliki struktur yang paling berat, tersusun dari zat-zat biokimiawi. Kecepatan bergeraknya hanya beberapa meter per detik.
Akan tetapi, kualitas makhluk bukan hanya ditentukan oleh kualitas badannya. Melainkan lebih ditentukan oleh kualitas 'jiwa'nya. Kemurnian Jiwa itulah yang bakal menentukan apakah seorang manusia memiliki kualitas lebih tinggi dari malaikat. Jika jiwanya kotor, manusia bakal menjadi setan. Lebih rendah dari binatang. Sebaliknya, jika jiwanya bersih, dia menjadi makhluk yang tertinggi. Bahkan, dibandingkan malaikat sekalipun.
Lantas, benarkah tidak ada benda mati? Berarti semua makhluk ini memiliki jiwa? Memiliki perasaan? Memiliki keinginan? Memiliki tujuan? Sepertinya begitu!
Untuk golongan malaikat, jin dan manusia, sudah sangat jelas. Mereka makhluk hidup. Karena itu, kita tidak perlu membahas lebih jauh. Untuk golongan binatang dan tetumbuhan, kita juga sepakat, bahwa mereka adalah makhluk hidup. Tapi, apakah mereka berjiwa dan punya perasaan? Sebagian kita sudah merasakannya.
Ambil contoh binatang. Betapa banyaknya binatang piaraan yang menunjukkan bahwa mereka adalah makhluk yang punya perasaan. Sebut saja anjing atau kucing. Terlalu banyak cerita yang kita dengar tentang kesetiaan anjing atau kucing terhadap majikannya.
Sehingga, ketika majikannya sedang mengalami masalah, ia ikut bersedih. Atau ketika majikannya dirampok, ia melakukan pembelaan mati-matian. Bahkan ketika majikannya mati, si binatang piaraan itu rela ikut mati.
Ada cerita tentang pemburu dan sejenis kera. Suatu ketika, seorang pemburu mengendap-endap di hutan yang lebat. Tiba-tiba, ia melihat sekelebat bayangan besar di rerimbunan semak belukar. Ia mengira itu adalah babi hutan atau kijang.
Refleks ia mengarahkan moncong senjatanya ke arah binatang tersebut. Dan meletuslah senapannya memecah kesunyian hutan. Kena! Binatang itu menjerit! Kemudian melarikan diri. Sang pemburu mengejar.
Terlihat tetesan darah di tanah dan semak belukar. Diikutinya terus. Sampai suatu saat ia sampai di ceceran darah terakhir. Apa yang dia lihat? ternyata bukan babi rusa atau kijang. Melainkan seekor babon. Kera besar.
Ternyata yang ditembaknya adalah kera. Kera besar itu sedang tergeletak mengerang-erang, sambil dikelilingi dua ekor anaknya. Si pemburu tertegun. Tak tahu apa yang harus diperbuat. Ia hanya melihat betapa induk kera itu merangkul dua anaknya.
Entah apa yang dikatakan si induk kera kepada anak-anaknya. Tetapi, yang jelas, mata induk kera itu berlelehan air mata. Ia menangis. Karena tahu, bahwa sebentar lagi dia akan mati meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil...
Si pemburu semakin tertegun! Ia mendekatkan diri ke induk yang sedang sekarat. Mata induk itu memandangnya dengan memelas. Si pemburu bersimpuh di dekatnya. Menyesal. Tak terasa, ia meneteskan air mata. Tapi, si induk kera semakin lemah karena kehabisan darah. Dan kemudian terkulai, mati dengan memeluk anak-anaknya...!
Di cerita yang berbeda, kita juga sering mendengar bahwa binatang-binatang ternak akan berproduksi lebih banyak jika diberi suasana kandang yang nyaman. Bahkan, kalau perlu, diberi alunan musik. Ayam petelur menjadi lebih banyak telurnya. Sapi perah pun menjadi lebih banyak produksi susunya.
Pernahkah anda mendengar cerita, tanaman yang 'dendam' kepada perusak lingkungan? Dalam suatu penelitian, sebatang tanaman diukur tegangan listriknya, kemudian ditampilkan di sebuah layar komputer.
Seseorang disuruh merusak dan membacoki tanaman tersebut. Tidak sampai mati. Tapi mengalami rusak sebagian. Apa yang terlihat di layar komputer? Ternyata, grafik tegangan listriknya menjadi kacau. Polanya bergejolak.
Setelah itu, orang yang merusak tanaman tersebut disuruh pergi. Secara berangsur-angsur, grafik di layar komputer menjadi normal kembali.
Esok harinya, si perusak tanaman dihadirkan kembali. Ia diminta mendekatkan diri ke tanaman yang kemarin dirusaknya. Apa yang terjadi? Ternyata grafik tegangan listrik di layar komputer itu bergejolak kembali. Persis seperti ketika tanaman itu kemarin dirusak. Padahal, dia hanya mendekatkan diri. Tidak merusak.
Artinya, si tanaman itu masih ingat kepada si perusak. Ia dendam. Ia benci. Karena dirusak tanpa alasan! Betapa kita bisa menyaksikan, tanaman pun ternyata punya perasaan. Bahkan daya ingat. Karena ia memang makhluk hidup.
Di sekitar kita, barangkali anda sering mendengar atau menyaksikan sendiri, bahwa tanaman yang dirawat dengan penuh perhatian dan kasih sayang, bakal tumbuh subur dan segar. Sebaliknya, jika dirawat asal-asalan dan tanpa perhatian, tanamannya tumbuh gersang...
Lebih jauh, ternyata 'benda-benda mati' di sekitar kita juga menunjukkan gejala-gejala kehidupan.
Pada saat menulis Diskusi ini, di beberapa daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah sedang mengalami bencana banjir dan tanah longsor. Jember dan Banjarnegara adalah yang paling parah. Puluhan rumah porak poranda dengan korban jiwa cukup banyak.
Kenapa bisa terjadi demikian? Ya, alam sekitar kita, yang disebut sebagai 'makhluk mati' itu sedang bereaksi. Ia sedang mengungkapkan 'isi hatinya' dan sedang membalas ketidak-adilan.
Bagaimana mungkin benda mati bisa membalas? Bagaimana mungkin pula, makhluk mati bisa mengungkapkan 'isi hati' dan perasaannya? Bagaimana pula, makhluk yang dikatakan 'tidak hidup' bisa menyimpan 'dendam'.
Paling-paling anda akan berpendapat, bahwa semua itu dikarenakan munculnya ketidakseimbangan alam. Sehinga terjadi banjir dan tanah longsor.
Begitu gampangnya kita mereduksi dan menyederhanakan persoalan. Ketika badan kita sakit, bukankah itu juga karena munculnya ketidakseimbangan dalam tubuh. Tapi kenapa kita tidak menyebut diri kita sebagai benda mati?
Mungkin kita lantas berpendapat bahwa alam kan tidak punya kehendak. Siapa bilang ia tidak punya kehendak? Coba amati atmosfer kita. Ia mengandung kadar Oksigen sekitar 21% dan gas Nitrogen sekitar 78%, sehingga memungkinkan berlangsungnya kehidupan di planet bumi.
Oksigen juga memiliki mekanisme unik dalam keseimbangan yang berkesinambungan. Oksigen dihirup manusia dan binatang, kemudian diubah menjadi karbon dioksida. Sebaliknya, karbon dioksida dihirup oleh tumbuhan, dan kemudian menghasilkan oksigen. Kenapa ada mekanisme begini. Apakah ini bukan sebuah petunjuk bahwa alam memiliki 'kehendak'?
Air hujan. Pernahkah kita berpikir kenapa bisa terjadi air hujan? Kenapa, air di permukaan daratan ini mesti menguap, dan kemudian menjadi awan?
Kenapa uap air itu mesti berhenti di ketinggian tertentu? Kok tidak naik ke langit terus, untuk kemudian lenyap?
Kenapa bermiliar-miliar ton uap air itu mesti berkumpul dulu sampai musim penghujan, baru turun ke bumi? Kenapa ada angin yang menghembus awan, sehingga air hujan turun secara merata di berbagai daerah yang tandus?
Kenapa air hujan itu turun dalam bentuk tetes-tetes air yang indah dan aman? Kok tidak berupa air terjun saja, sehingga menghancurkan daerah-daerah yang disiram air hujan itu?
Kenapa sinar matahari sampai ke bumi dengan suhu yang aman, tidak terlalu panas? Padahal suhu di permukaannya adalah jutaan derajat. Kenapa sinar matahari demikian indahnya mengandung jutaan warna, sehingga kehidupan bumi menjadi demikian indahnya?
Dan, ratusan atau ribuan lagi pertanyaan: kenapa, kenapa dan kenapa, bisa kita ajukan untuk membuktikan bahwa alam ini berproses melalui 'kehendak' tertentu. Memiliki 'tujuan' yang jelas!
Bagaimana mungkin sesosok makhluk mati bisa memiliki perasaan sakit hati, memiliki kehendak, dan memiliki tujuan yang pasti. Apalagi konsisten selama bermiliar-miliar tahun usia bumi.
Dan, kalau kita mau berpikir dalam skala bumi, anda akan tertegun sendiri. Kemudian, mulai ragu untuk mengatakan bahwa bumi ini benda mati.
Dulu, sekitar 5 miliar tahun yang lalu, bumi ini pernah tidak ada. Belum terbentuk. Yang ada hanyalah cikal bakal tatasurya, dalam ruang alam semesta yang tak berhingga besarnya.
Cikal bakal itu berupa gas, nebula yang berpusar. Tengahnya sangat panas, cikal bakal matahari. Pinggirnya, relatif lebih dingin. Dan kemudian semakin mendingin. Sehingga suatu ketika, gas dingin itu semakin memadat, terbentuklah planet-planet yang bergerak mengelilingi matahari. Salah satunya bumi.
Bumi itu terus mendingin. Bandingkan dengan matahari yang menjadi pusat tatasurya. Matahari bersuhu jutaan derajat, sedangkan inti bumi cuma bersuhu ribuan derajat.
Permukaan bumi terus mendingin, sehingga terbentuklah air. Muncullah gas-gas pendukung kehidupan, diantaranya oksigen. Sehingga terjadilah hujan. Muncul tumbuh-tumbuhan. Dari skala paling kecil sampai pohon-pohon berukuran raksasa. Mulai yang hidup di dalam air, sampai yang bisa tumbuh di padang tandus. Mulai dari yang bersifat parasit sampai yang tumbuh secara bebas. Jenisnya berjuta-juta, bahkan miliaran...
Bagaimana mungkin, bumi yang kita sebut sebagai benda mati itu, membuktikan dirinya bisa berproses menuju tujuan tertentu dengan demikian canggih dan sistematis ?
Belum lagi, kemudian bermunculan binatang-binatang yang jenisnya juga berjuta-juta. Ada yang di daratan di lautan, dan beterbangan di udara.
Dan akhirnya, muncullah bangsa manusia. Sekarang jumlahnya sekitar 5 miliar. Berbagai macam suku bangsa. Beragam bahasa. Beragam budaya. Dan segala aktifitasnya.
Dari manakah semua makhluk hidup itu berasal? Apakah dari angkasa luar? Sama sekali tidak! Mereka semua, termasuk kita, berasal dari tanah. Dari unsur-unsur yang ada di bumi. Kita semua terlahir dari 'kandungan' bumi. Bagaimana mungkin semua makhluk hidup ini 'terlahir' dari benda mati? Dengan sendirinya? Tanpa ada kehendak? Tanpa ada tujuan? Semakin meragukan bukan?
QS. Al Hajj (22) : 5
Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian sampailah kamu kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah, dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.
Ada dua informasi di ayat tersebut yang menarik. Yang pertama manusia diciptakan dari tanah. Dan yang kedua, bumi yang tandus disebut sebagai bumi yang mati, tapi ketika subur disebut sebagai bumi yang hidup.
Jadi, bahan dasar manusia adalah tanah. Makhluk hidup muncul dari 'benda mati'. Tapi benda mati itu sendiri, ternyata bisa menjadi hidup ketika subur. Jadi, hidup dan mati sebenarnya adalah dua kondisi yang silih berganti belaka. Manusia sekali waktu disebut hidup. Tapi di kali lain disebut mati. Maka demikian pula Bumi. Di suatu kali disebut mati, tapi di kali lain disebut hidup.
Ayat di bawah ini, bahkan lebih menarik. Manusia disebut Allah sebagai 'ditumbuhkan' dari dalam bumi. Jadi, seperti tumbuhan saja layaknya. Yang dimaksud manusia diciptakan dari tanah, ternyata memiliki makna berproses & bertumbuh.
QS. Nuh (71) : 17-18
Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya.
Terlalu banyak gejala dan tanda-tanda yang mengarahkan kita, bahwa 'benda-benda mati' di sekeliling kita justru memiliki sifat-sifat kehidupan. Tapi, memang skalanya berbeda. Derajatnya tidak sama. Spontanitasnya bertingkat-tingkat.
Ada yang yang menunjukkan gejala kehidupan dalam skala yang tinggi. Misalnya manusia. Kehendaknya bebas, reaksinya spontan, bisa bergerak kemana-mana, berkembang biak, berbudaya dan berperadaban, dan lain sebagainya.
Tapi ada yang memiliki derajat lebih rendah, yaitu binatang. Dia juga punya kehendak, tapi skalanya lebih rendah dari manusia. Dia juga berbudaya, tapi lebih rendah dari manusia. Dan dia pun berperadaban, tapi juga lebih rendah.
Tetumbuhan, bahkan lebih rendah lagi. Dia tidak bisa bergerak bebas. Paling-paling hanya karena ditiup angin atau mengikuti gerakan sumber cahaya matahari. Atau ada juga yang dikarenakan sumber zat-zat biokimiawi.
Dia punya kehendak, tapi sangat terbatas. Dibatasi oleh struktur tubuhnya yang memang jauh dari sempurna, kalau dibandingkan manusia dan hewan. Dia juga pingin makan, dan berkembang biak. Atau aktifitas lainnya.
Dan yang paling rendah dari makhluk hidup itu adalah yang kita sebut sebagai 'benda rnati'. Bebatuan, udara, air, gunung, laut, atmosfer, sinar matahari, angin, bumi, planet-planet, bintang, dan lain sebagainya.
Mereka kita anggap mati karena tidak bisa bergerak sendiri. Padahal, bumi kita sedang berputar-putar dengan kecepatan 1.669 km per jam, seperti gasing. Itu pun sambit melesat mengitari matahari dengan kecepatan sekitar 107 ribu km per jam. Dengan ketelitian dan ketaatan yang luar biasa. Tapi, kita tidak merasakannya.
Kalau pergerakan adalah sebagai salah satu syarat sebuah benda disebut hidup, maka bukankah Bumi kita ini sedang bergerak dengan akurasi sangat tinggi? Bahkan tidak pernah berhenti selama miliaran tahun.
QS. Ar Ra'du (13) : 2
Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan, menjelaskan tanda-tanda, supaya kamu meyakini pertemuan dengan Tuhanmu.
QS. Ibrahim (14) : 33
Dan Dia telah menundukkan bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar, dan telah menundukkan bagimu malam dan siang.
Di ayat lain Allah mengatakan bahwa bumi yang mati itu akan menjadi bergerak dan hidup ketika disirami dengan air hujan. Allah menghidupkan segala yang mati.
QS. Fushshilat (41) : 39
Dan sebagian dari tanda-tandaNya bahwa kamu melihat bumi itu kering tandus, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya tentu dapat menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Selain Bumi, angin dan air pun selalu bergerak kemana-mana. Mereka punya 'kehendak', tapi memang sangat terbatas. Air bergerak dari tempat tinggi menuju ke tempat rendah. Angin bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah.
Bahkan batu pun sebenarnya selalu bergerak. Mata kita saja yang tidak bisa menembus gerakan internal batu itu. Ia sedang terus bergetar. Elektron-elektron penyusunnya sedang terus berputar-putar mengelilingi inti atomnya. Molekulnya terus bervibrasi, tiada henti. Tidak ada benda diam di alam semesta ini. Semuanya sedang bergerak dengan vibrasi tertentu.
Seluruh 'benda diam' di muka bumi ini sebenarnya juga tidak sedang diam. Mereka terbawa oleh bumi yang sedang berotasi dan berevolusi mengelilingi matahari. Jadi, meja yang kita anggap diam di depan kita, misalnya, ia sebenarnya sedang berpusar seiring dengan putaran bumi pada sumbunya, sekaligus sambil melesat mengitari matahari.
Mataharinya sendiri terus bergetar-getar dan bergerak pada orbitnya mengelilingi sistem yang lebih besar lagi. Begitu seterusnya. Maka, kini kita tahu dan yakin, bahwa 'benda-benda mati' itu ternyata sedang bergerak terus. Tiada henti.
Mungkin kita menyebutnya mati, karena ia tidak mengalami perubahan kondisi. Atau tidak berkembang biak. Rasanya juga kurang tepat. Benda-benda itu sebenarnya sedang berubah terus menerus secara dramatis. Bahkan ada yang bisa dikatakan sebagai 'berkembang biak'.
Seluruh 'benda mati' di alam ini sedang berubah terus menerus. Gunung-gunung sedang berubah secara konsisten selama jutaan tahun. Bahkan gunung Himalaya mengalami pertumbuhan beberapa cm setiap tahunnya.
Pulau dan benua juga terus bergerak dan berubah. Lempeng-lempeng bumi tak pernah berhenti bergeser, sehingga seringkali menyebabkan gempa tektonik atau Tsunami.
Bahkan, dalam skala yang lebih besar, di luar angkasa sana, terus bermunculan bintang-bintang atau planet-planet baru. Sejumlah benda langit dan bintang terlahir. Sebagiannya yang lain, mengalami kematian. Begitulah seterusnya, terlalu banyak bukti di sekitar kita yang mengarahkan kita untuk akhirnya mengatakan :
Ternyata tidak ada benda mati di jagad semesta raya ini...! Semuanya sedang bergerak. Sedang bertumbuh. Sedang berkembang biak. Bahkan, berkehendak, menuju tujuan tertentu...!