pembelajaran tanpa batas www.malang-center.blogspot.com

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
Posted by Ezkajivo - - 0 comments


Musim sedang susah ditebak. Langit yang semula cerah bisa mendadak mendung sehingga menghambat pandangan dan memicu glaukoma.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan curah hujan akan terus meningkat, terutama pada puncak musim hujan pada Desember hingga Januari mendatang. Tidak hanya merebaknya penyakit infeksi, musim hujan ternyata juga bisa menyebabkan gangguan penglihatan yang disebut glaukoma. Gangguan ini disebabkan peningkatan tekanan bola mata, dengan gejala khas penyempitan lapang pandang.

Mekanismenya, saat akan turun hujan, biasanya terjadi mendung dan cahaya di sekitar kita otomatis akan meredup. Nah, ketika cuaca lebih redup, pupil mata cenderung lebih lebar sehingga sudut antara bagian kornea dan iris menyempit. Akibatnya, proses pengeluaran cairan dalam bola mata yang disebut aquos humor menjadi tidak lancar. Dengan begitu, tekanan bola mata pun meninggi dan mencetuskan serangan glaukoma. Selain disebabkan cahaya yang menggelap, serangan glaukoma juga bisa dipicu oleh pemakaian tetes mata yang melebarkan pupil atau bisa juga timbul tanpa adanya pemicu.


“Glaukoma akut primer sudut tertutup lebih sering terjadi pada malam hari atau saat cuaca mendung ketika musim penghujan, terutama rentang bulan November hingga Januari,” ujar dokter spesialis mata dari Jakarta Eye Center (JEC), dr Ikke Sumantri SpM.

Episode akut dari glaukoma sudut tertutup dapat menyebabkan penurunan fungsi penglihatan yang ringan, terbentuknya lingkaran berwarna di sekeliling cahaya, atau nyeri pada mata dan kepala. Gejala tersebut berlangsung hanya beberapa jam sebelum terjadinya serangan lebih lanjut. Serangan lanjutan menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan secara mendadak dan nyeri mata yang berdenyut. Pada kasus tertentu, bisa disertai mual dan muntah, kelopak mata membengkak, mata berair dan merah.

“Glaukoma akut biasanya terjadi secara mendadak. Tiba-tiba penglihatan kabur, sakit mata, sakit kepala, dan mata merah sehingga penderita cepat menyadarinya. Berbeda dengan glaukoma kronis yang kerusakannya perlahan-lahan sampai menahun dan kemudian jaringannya mati sehingga kerap tak disadari,” sebut Ikke.

Memang tidak semua orang rentan terkena glaukoma. Biasanya ini terjadi pada mereka yang sudah punya “bakat” glaukoma atau tergolong kelompok risiko tinggi glaukoma, baik yang disebabkan keturunan ataupun faktor lain, seperti trauma dan usia lanjut. Untuk itulah, orang dengan risiko tinggi glaukoma (terutama usia 40 tahun ke atas) disarankan rutin memeriksakan kesehatan mata ke dokter.

Penderita glaukoma juga terkadang sensitif terhadap cahaya yang terlalu terang atau menyilaukan. Hal tersebut tentunya bisa mengganggu aktivitas, misalkan saat menyetir mobil pada malam hari dan berpapasan dengan mobil lain. Untuk itu, upayakan untuk membawa teman atau keluarga saat menyetir atau suruh mereka yang menyetir. Akan lebih baik lagi bila penderita tidak menyetir pada malam hari.

Sebagian besar gejala glaukoma akan menghilang setelah pengobatan. Namun, patut diingat bahwa serangan tersebut bisa berulang, dan setiap serangan susulan akan semakin mengurangi lapang pandang orang yang bersangkutan. Pengobatan dengan laser biasanya dilakukan sebagai langkah pencegahan supaya ketika mendung, “sudut mata” yang dimaksud tadi tidak tertutup.

Alternatif lainnya adalah melalui pembedahan atau operasi glaukoma. Namun, menurut spesialis mata Klinik Mata Nusantara Jakarta, dr Upik Mahna Dewi SpM, operasi merupakan alternatif terakhir dalam penanganan pasien glaukoma. “Jika bisa diatasi dengan obat-obatan atau laser, maka tindakan bedah tidak perlu dilakukan,” ujarnya














Leave a Reply